BAB SUWUK....AYO NYUWUK REEEEK.....
Sekali lagi, seperti bab shalawat nariyah yang kualami, maka aku
tidak bisa mempercayai apa kata orang, kurang atau lebih dari yang
kualami sendiri. Suwuk juga sama. Aku mempercayai apa yang kualami. Dan
itu yang akan kucerita disini.
Aku tidak berkepentingan dan tidak
akan perduli, andai ada orang bicara macam macam. Simply karena itu
berarti satu hal saja, orang itu ‘kupech’ dan begitu tumpul dalam
membaca bahasa tak kasat mata. Maka sebelum panjang cerita, yang tidak
sepaham denganku tentang bahasa tak kasat mata, ya silahkan minggir
saja.
Bahasa tak kasat mata, selalu lewat orang tua. Itu bab yang paling
utama. Orang tua kita memang kasat mata, bahasanya juga kasat mata
(dalam artian bisa ditulis dan didengar dengan panca indera), tapi yang
lebih dihitung oleh Rabbuna atas komunikasi kita dengan orang tua adalah
bahasa tak kasat mata nya. Jika anda tidak sepaham dengan ini, maka
sebelum lebih jauh membaca, saya sarankan untuk minggir saja. Saya tidak
mau berantem.
Ada banyak hal di dunia ini yang memang kasat mata, padahal yang
LEBIH dihitung oleh Rabbuna adalah justru yang tidak kasat mata.
Sederhananya, apapun yg diklasifikasi sebagai adab atau budi, seperti
tentang baik dan benar, bagus dan berbudi, sopan dan beradab dan
semacamnya, adalah tentang tata bahasa yang tidak kasat mata. Dimana
kualitas kita, terbentuk dari bagaimana orang tua dan lingkungan kita
dalam mengajarkannya. Dan it stays longer than you could expect. Maka
saya tidak mau berantem soal ini. Jika anda paham, silahkan teruskan
membaca, Jika tidak sepaham, maka silahkan ganti halaman lainnya.
Suwuk adalah doa. Intinya itu. Doa seseorang yang dititipkan pada
sesuatu (biasanya air atau kristal) dan bisa dibawa pulang, lalu,
dipasangkan pada badan. Sederhananya begitu.
(a) Apakah air dan
kristal (garam) bisa dititipi doa. Yang ilmuwan jepang saja sudah
membuktikannya, apa Anda mau berdebat dengan saya?
(b) Air atau
garam suwuk sebenarnya juga cermin, bahwa batere seseorang sedang
bermasalah. Dayanya untuk berdoa sedang membutuhkan tenaga tambahan. sel
sel tubuhnya mungkin sedang rusak, atau sekedar kelelahan. Pokoknya,
sel tubuhnya yg harusnya terus diajak berdoa, sedang bermasalah. Maka
diundanglah air atau kristal garam itu, untuk mengajak sel sel tubuh,
kembali berdzikir, seperti seharusnya.
Mommy, sepulang umroh, stamina nya menurun. Masalah sederhana bagi
manusia lainnya. Debu dan AC. Tubuhnya mommy ndak kuat utk 2 hal itu.
Ditambah, beberapa kali menyeberang masjid, melawan arah putaran thawaf.
Gesekan magnet tubuh dengan arah putaran thawaf, menghabiskan batere
badannya.
Akibatnya, banyak ion dan partikel negatif yang menempel padanya dan dibawa pulang.
Tidurnya
gelisah, bisa dibilang, tidak bisa tidur. Telinga seperti mendengar
aneka suara. dan air muka kelelahannya itu lho. membuat tidak tega yang
melihatnya.
Obat bukan solusi. Obat penenang apalagi. Sel tubuh yg rusak,
ditambahi obat penenang, bisa malah berangkat. Maka, ketika dokter
bilang mommy cuma kelelahan saja, alias tidak ada penyakit berat. Aku
segera meminta suwuk ke ‘piket penjaga kota’. Kebetulan, tadz Juki (KH.
Marzuki Mustamar).
Suwuk ‘cuma’ berupa garam yang dicampur air dan
diminum. Tadz Juki mengingatkan utk makan dan pijet (relaksasi). Aku
punya terjemahan panjang tentang perintah itu. Tapi intinya sederhana,
suwuknya kristal, maka itu berarti sel tubuhnya mommy banyak yang rusak
atau minimal pingsan. Ibarat listrik yg turun, switchnya tinggal
dinaikkan. Malam itu juga, aku bisa mengukur efeknya terhadap suara
tidur mommy. Dan dalam 3 hari, sudah sama sekali teratasi. Aku bisa
membedakan mana yg sakit, dan mana yg efek sel pingsan berdzikir dan
membutuhkan suwuk di cerita ini.
Singkatnya, sesi berikutnya tinggal ke dokter ahli dalam karena
batuknya mommy ‘di dalam’. Sambil terus terapi air, dalam rangka
mendetox badan. Makanan selama di luar rumah, minimal mengandung vetsin,
dan itu yang perut mommy tidak tahan.
Apa saya pasrah pada suwuk? Jelas tidak. Karena masalah badannya
mommy memang ada beberapa. Dan suwuk, adalah salah satu solusi untuk
satu lapisannya. Begitu mommy bisa tidur dengan tenang dan tidak lagi
halusinasi, mommy bisa dzikiran, dhuha, dan meneruskan hafalannya
seperti biasa lagi. Badannya mengobati dirinya sendiri. Sisanya, soal
batuknya, itu memang ada masalah karena ada flek di paru. Dan itu
membutuhkan dokter ahli dalam utk mengurusinya. Membantu sel tubuh yang
sudah bisa kembali berdoa.
Memutuskan itu, meski tampak sederhana, memerlukan otak juga. Jika
tidak tenang dalam melihat masalah, hampir pasti, solusinya pun
‘nggeladrah’ alias tak jelas arah.
Kesimpulan: suwuk adalah sama logisnya seperti obat. Hanya beda di budi dan adab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar